PANCASILA-POST: Meningkatkan rasa keberagaman baik antar suku, agama, dan ras dikalangan generasi muda tak boleh berhenti pada tataran normatif, perlu ada terobosan yang lebih inovatif. Minggu (12/6) mahasiswa Universitas PGRI Kanjuruhan Malang (Unikama) yang menempuh Matakuliah Jatidiri Kanjuruhan mengikuti Kuliah Live in yang diampu oleh Romadhon, S.Pd., M.Pd. Kuliah Live ini merupakan pola untuk menginternalisasikan nilai-nilai Jatidiri Kanjuruhan yang diantaranya; Jujur, Adaptif, Toleran, Inovatif, Disiplin, Integritas, Religius, dan Inklusif yang kemudian disingkat JATIDIRI.
Kegiatan yang diikuti puluhan mahasiswa dari berbagai program studi ini berlangsung di Gereja Katolik Santo Yohanes Pemandi Malang. “Kegiatan Live In merupakan kali kedua, dulu kami melakukan kegiatan seperti ini sebelum pandemi Covid-19”, Ujar Romadhon. Lebih lanjut, Pria yang juga Ketua Program Studi PPkn, memaparkan kegiatan ini untuk melihat secara langsung kegiatan Misa saudara kita yang Katolik, bagaimana nilai perayaan Misa ini yang sakral bisa menjadi inspiratif dalam merawat keberagaman untuk memperkuat tali toleransi.
Selain itu, mahasiswa juga perlu saling tahu bagaimana sebenarnya nilai ke-katolik-an bisa bergandengan tangan dengan nilai-nilai agama yang lain. Mengingat, agama telah mengajarkan cinta kasih dengan berlandaskan nilai-nilai ketuhanan. Dalam kesempatan diskusi bersama Romo Dr. Alf. Krismiyanto, M.Hum, mahasiswa sangat antusias menyimak penjelasan seputar Gereja Katolik beserta lingkungannya.
Dalam paparnya, Romo Kris panggilan akrab menjelaskan Gereja Katolik memiliki struktur organisasi. Pusatnya di Vatikan Roma. Selanjutnya, pendirian Gereja Katolik di dasarkan kewilayahan, seperti Gereja Santo Yahoanes Pemandi, Janti Malang. Karena Gereja ini berada di wilayah Janti.
Lebih lanjut dijelaskan, untuk menjadi warga Gereja Katolik, harus menerima Sakramen Babtis, baik babtis bayi, remaja maupun dewasa. Itu merupakan persyaratannya. Dalam diskusi, dijelaskan, bahwa patung Yesus dan Bunda Maria bagi Gereja Katolik, sebagai bentuk penghormatan dan pengingat, ada Yesus Sang Juru Selamat dan Bunda Maria sebagai Ibu Yesus.
Selain Romo Kris, hadir juga Choi Yoon Hee Sr, Thomas, SCIM. Suster yang berasal dari Korea Selatan ini sangat senang sekali melihat kegiatan yang langka. “Saya senang sekali bisa berdiskusi bersama mahasiswa, apalagi yang ikut banyak dari kalangan muslim, ini luar biasa bisa berjumpa dalam keberagaman”, tuturnya. Ia, juga menanggapi berbagai pertanyaan mahasiswa. “apa yang melatarbelakangi suster memilih menjadi suster?”
“Saya ingin memberika diri dan hidup untuk pelayanan bagi Tuhan Yesus secara penuh dan total”, jawabnya. Diuraikan lebih lanjut, ada tiga prinsip menjadi Suster, yaitu kesetiaan, kemiskinan dan selibat. Kesetiaan, artinya setia kepada Yesus dan pimpinan. Kemiskinan artinya, tidak mempunyai kekayaan harta duniawi. Dan selibat, artinya tidak berkeluarga dan tidak menikah. Hidup diberikan kepa Tuhan Allah.
Usai dialog, seluruh mahasiswa diajak mengelilingi Gereja yang dipandu oleh Pengurus Gereja, Engelbertus Kukuh Widijatmoko. Sementara Siti Annisa, mahasiswa yang menempu matakuliah ini mengaku senang sekali bisa melihat langsung Ibadah Misa. “Dan ini kali pertama saya masuk Gereja, gak nyangka bisa melihat langsung ibadah sakral saudara kita Katolik”, ungkapnya. Ia berharap, semoga kegiatan yang seperti ini dalam menjaga keberagaman terus digalakkan. “Tak hanya dimatakuliah ini, tapi kegiatan yang berorientasi merawat kebhinekaan perlu diagendakan”, tegasnya. (mr.dont)